BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kebisingan dan getaran merupakan
kejadian yang sudah tidak asing lagi terjadi di area pabrik atau tempat-tempat
industri. Hal ini terjadi akibat aktivitas yang dilakukan oleh manusia seiring
dengan berkembang dan majunya teknologi. Aktivitas industri seperti ini secara disadari
maupun tidak dapat menimbulkan gangguan atau merusak lingkungan. Sebagaimana
menurut keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 48 Tahun 1996 kebisingan yaitu
bunyi yang tidak diinginkan dari usaha atau kegiatan dalam tingkat dan waktu
tertentu yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan manusia dan kenyamanan
lingkungan.
Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. 51
Tahun 1999 mengenai kegiatan di lingkungan kerja menyebutkan bahwa kebisingan
bersumber dari alat-alat proses produksi atau alat-alat kerja yang pada tingkat
tertentu dapat merusak pendengaran. Adanya kebisingan biasanya juga diikuti
dengan adanya getaran yang merupakan gerakan bolak-balik
suatu massa melalui keadaan setimbang terhadap suatu titik acuan (Kep. MENLH No.
Kep-49/MENLH/11/1996). Alat-alat kerja
yang dapat menimbulkan kebisingan dan getaran dapat ditemukan diberbagai pabrik
di Kalimantan Barat, salah satunya yaitu pada Pabrik Kelapa Pawit (PKS).
Perusahaan kelapa sawit di Kalimantan Barat
kehadirannya sudah tidak asing lagi. Lucas Adi P. dalam berita data Kompas (2013) menyebutkan bahwa
di Kalimantan Barat terdapat 50 pabrik kelapa sawit dan jumlah ini akan terus
bertambah seiring pembukaan lahan baru. Maju dan berkembangnya teknologi di
bidang industri ini merupakan suatu wujud dari meningkatnya kebutuhan hidup
masyarakat. Namun akibat dari kegiatan industri ini sebagian besar dapat
merusak lingkungan yaitu timbulnya suara-suara yang tidak diinginkan (kebisingan/noice) dan juga dapat menimbulkan adanya
getaran (vibration) oleh mesin.
Kebisingan merupakan suatu factor yang
dapat membahayakan fisik yang biasa dijumpai di tempat kerja. Terpajan oleh
kebisingan yang berlebih dapat merusak kemampuan mendengar dan juga dapat
merusak organ tubuh lain seperti jantung. Getaran mesin juga dapat menimbulkan
masalah seperti halnya kebisingan. Apabila getaran terjadi pada jangka waktu
yang lama, serta dengan intensitas dan frekuensi yang tinggi maka akan dapat
membahayakan kesehatan tubuh seperti membahayakan sistem syaraf bahkan mungkin
merusak sendi-sendi dan dapat menimbulkan kelelahan pada tubuh (Soeripto,
1994).
Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka
perlu dilakukan pengukuran kondisi lingkungan kerja yaitu nilai kebisingan (noice) dan getaran (vibration) pada pabrik kelapa sawit (PKS) di Kabupaten Bengkayang.
Hasil analisis nilai kebisingan dan getaran pada pabrik kelapa sawit dapat
digunakan sebagai acuan untuk menghindari adanya kebisingan dan getaran yang
berlebihan/melewati ambang batas.
1.2
Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang dihadapi dalam
penelitian ini adalah bagaimanakah tingkat kebisingan dan getaran di lingkungan
kerja pabrik kelapa sawit wilayah Kabupaten Bengkayang?
1.3
Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan umum dilakukannya kerja
praktek adalah untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Sains
pada Program Studi Biologi.
1.3.2
Tujuan Khusus
Tujuan khusus dilakukannya analisis
nilai kebisingan dan getaran ini adalah untuk mengetahui tingkat kebisingan dan
getaran di lingkungan kerja pabrik kelapa sawit wilayah Kabupaten Bengkayang.
1.4 Manfaat
1.4.1 Manfaat Umum
Penelitian ini diharapkan dapat
memberikan manfaat berupa gambaran nilai tingkat kebisingan dan getaran yang
terjadi di pabrik kelapa sawit daerah Kabupaten Bengkayang. Pemerintah dan
pihak terkait dapat menggunakan data ini sebagai acuan rekomendasi bagi
perusahaan kelapa sawit sehingga dapat menjaga nilai kebisingan dan getaran
agar tetap sesuai dengan standar. Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat
menjadi acuan bagi mahasiswa lain dalam menyusun tugas akhir atau penelitian
yang berkaitan dengan analisis kebisingan dan getaran.
1.4.1 Manfaat Khusus
Manfaat khusus dari penelitian ini
diharapkan agar dapat meningkatkan kesadaran masyarakat dan pekerja di pabrik
kelapa sawit mengenai pengaruh kebisingan dan getaran pada lingkungan kerja terhadap
kesehatan.
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Kebisingan
Bising dalam pengertiannya
menurut Slamet (2006) adalah campuran dari berbagai suara yang tidak
dikehendaki ataupun yang merusak kesehatan, saat ini kebisingan merupakan salah
satu penyebab “penyakit lingkungan” yang penting. Sedangkan kebisingan munurut
Schilling (1981) merupakan istilah yang sering digunakan untuk menyatakan suara
yang tidak diinginkan yang disebabkan oleh kegiatan manusia atau
aktifitas-aktifitas alam. Pengertian kebisingan juga tertulis dalam Peraturan
Menteri Negara Ligkungan Hidup Nomor 48 Tahun 1996: Kebisingan adalah bunyi
yang tidak diinginkan dari usaha atau kegiatan dalam tingkat dan waktu tertentu
yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan manusia dan kenyamanan lingkungan. Kebisingan
ditempat kerja adalah semua bunyi-bunyi atau suara-suara yang tidak dikehendaki
yang bersumber dari alat-alat produksi di tempat kerja (Suheryanto, 1994).
Kebisingan (suara) merupakan salah satu
polusi yang tidak dikehendaki manusia, karena dalam jangka panjang,
bunyi-bunyian tersebut dapat mengganggu ketenangan kerja, merusak pendengaran,
dan menimbulkan kesalahan komunikasi bahkan kebisingan yang serius dapat mengakibatkan
kematian (Pratiwi, 2013). Istilah bising biasanya
dipakai di bidang suara, tetapi di sini diartikan sebagai sebuah energi akustik
pendengaran yang pengaruhnya merugikan secara fisiologi atau psikologi bagi
kesejahteraan masyarakat. Hal ini sesuai dengan definisi bising yang umum yaitu
suara yang tidak diinginkan (Kryter, 1985).
Suara dihasilkan ketika sumbernya menyentuh partikel-partikel
udara sehingga saling bergesekan, menimbulkan gelombang suara yang bergerak
menyebar ke partikel-partikel udara lainnya akhirnya sampai kemana-mana jauh
dari sumbernya. Kecepatan rambat suara ini kira-kira 340 meter/detik, tetapi
angka ini bervariasi sesuai dengan media perantara. Kecepatan rambat suara di
besi adalah 5000 meter/detik dan 1500 meter/detik di dalam air (Phoon, 1988).
Bunyi diartikan sebagai perubahan tekanan dalam udara yang ditangkap
oleh gendang telinga dan disalurkan ke otak. Tekanan dalam hal ini diukur dalam
Pascal (Pa). Nilai ambang pendengaran pada manusia diperkirakan 0,00002 Pa
dengan frekuensi bunyi paling rendah yang dapat dideteksi oleh telinga manusia
ialah sekitar 20 Hz dan yang paling tinggi pada orang muda sampai 18 KHz. Bertambahnya
usia akan membuat telinga makin kurang peka terhadap frekuensi tinggi.
Penggandaan frekuensi akan meningkatkan nada not sebesar satu oktaf. Telinga
paling peka terhadap suara antara 500 Hz - 4 kHz, diantaranya 500 Hz – 2
kHz adalah frekuensi bicara (Harrington
et al, 2005).
Gelombang bunyi adalah salah satu dari gelombang mekanis
longitudinal, dimana gelombang bunyi tersebut dapat merambat dalam medium benda
padat, cair dan gas. Gelombang bunyi ini merambat dengan arah getar searah arah
perambatannya. Ada suatu jangkauan frekuensi yang besar di dalam mana dapat
menghasilkan gelombang mekanis longitudinal dan gelombang bunyi adalah dibatasi
oleh jangkauan frekuensi yang dapat merangsang telinga dan otak manusia kepada
sensasi pendengaran (Halliday, 1990).
Berdasarkan frekuensi, tingkat tekanan bunyi, tingkat bunyi dan
tenaga bunyi maka bising dibagi dalam 3 kategori yaitu (Rusli, 2008):
a.
Occupational noise (bising yang berhubungan dengan pekerjaan) yaitu bising yang
disebabkan oleh bunyi mesin di tempat kerja, misal bising dari mesin ketik.
b.
Audible noise (bising pendengaran) yaitu bising yang disebabkan oleh frekuensi
bunyi antara 31,5 – 8.000 Hz.
c.
Impuls noise (bising impulsif) yaitu bising yang terjadi akibat adanya bunyi
yang menyentak, misal pukulan palu, ledakan meriam, tembakan bedil.
3.1.1 Tingkatan Kebisingan
Tingkat kebisingan menurut
SK Dirjen P2M dan Penyehatan Lingkungan Pemukiman Departemen Kesehatan RI Nomor
70-1/PD.03.04.Lp, (Petunjuk Pelaksanaan Pengawasan
Kebisingan yang Berhubungan dengan Kesehatan Tahun 1992), tingkat kebisingannya diuraikan sebagai berikut:
a.
Tingkat kebisingan sinambung
setara (Equivalent Continuous Noise Level =Leq) adalah tingkat
kebisingan terus menerus (steady noise) dalam ukuran dBA, berisi energi
yang sama dengan energi kebisingan terputus-putus dalam satu periode atau
interval waktu pengukuran.
b.
Tingkat kebisingan yang
dianjurkan dan maksimum yang diperbolehkan adalah rata-rata nilai modus dari
tingkat kebisingan pada siang, petang dan malam hari.
c.
Tingkat ambien kebisingan (Background
noise level) atau tingkat latar belakang kebisingan adalah rata-rata
tingkat suara minimum dalam keadaan tanpa gangguan kebisingan pada tempat dan
saat pengukuran dilakukan, jika diambil nilainya dari distribusi statistik
adalah 95% atau L-95.
Keberadaan kebisingan dilingkungan dibatasi oleh nilai ambang
batas. Nilai ambang batas kebisingan adalah intensitas tertinggi dan merupakan
nilai rata-rata yang masih dapat diterima oleh manusia tanpa mengakibatkan
hilangnya daya dengar yang tetap untuk waktu yang cukup lama/terus menerus,
selanjutnya ditulis NAB. Penting untuk diketahui bahwa di dalam menetapkan
standar NAB pada suatu level atau intensitas tertentu, tidak akan menjamin
bahwa semua orang yang terpapar pada level tersebut secara terus menerus akan
terbebas dari gangguan pendengaran, karena hal itu tergantung pada respon
masing-masing individu (KepmenLH, 1996).
Beberapa negara telah membuat ketentuan tentang NAB dalam
undang-undang, seperti di Amerika Serikat, Inggris, Jerman Barat, Yugoslavia
dan Jepang menetapkan nilai ambang batas 90 dB (A), Belgia dan Brazilia 80 dB (A),
Denmark, Finlandia, Italia, Swedia, Switzerland dan Rusia 85 dB (A)
(Suheryanto, 1994). Nilai ambang batas kebisingan di Indonesia ditetapkan 85
dBA berdasarkan Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. KEP-51/MEN/1999 (Noval, et al., 2012). Baku tingkat kebisingan
yang diperuntukan kawasan/lingkungan kegiatan sesuai dengan Keputusan Menteri
Negara Lingkungan No. KEP-48/MENLH/11/1996 adalah sebagai berikut:
Tabel 3.1. Baku Tingkat Kebisingan
Peruntukan Kawasan / Lingkungan Kerja
|
Tingkat Kebisingan dB (A)
|
a. Peruntukan Kawasan
1. Perumahan dan Pemukiman
2. Perdagangan dan Jasa
3. Perkantoran dan Perdagangan
4. Ruang terbuka Hijau
5. Industri
6. Pemerintahan dan Fasilitas Umum
7. Rekreasi
8. Khusus
-
Bandar Udara*
-
Stasiun Kereta Api*
-
Pelabuhan Laut
-
Cagar Budaya
b. Lingkungan Kegiatan
1. Rumah Sakit atau sejenisnya
2. Sekolah atau sejenisnya
3. Tempat ibadah atau sejenisnya
|
55
70
65
50
70
60
70
70
60
55
55
55
|
Keterangan:
*) Disesuaikan dengan ketentuan Menteri Perhubungan
3.1.2 Jenis-jenis
Kebisingan
Kebisingan selain dibedakan menurut tingkatannya kebisingan juga
dibedakan menurut jenisnya yaitu sebagai berikut (Suma’mur, 1993):
a.
Kebisingan kontinyu yaitu
kebisingan dengan spektrum berfrekuensi luas misal: suara yang timbul oleh
kompresor, kipas angin, dapur pijar serta spektrum yang berfrekuensi sempit
contoh: suara gergaji sirkuler, katup gas.
b.
Kebisingan terputus-putus
misal suara lalu lintas, suara pesawat udara yang tinggal landas.
c.
Kebisingan impulsif (impact
or impulsive noise) seperti: pukulan martil, tembakan senapan, ledakan
meriam dan lain-lain.
3.1.3 Efek-efek Kebisingan
Efek negatif yang muncul sebagai akibat dari kebisingan adalah
efek bagi kesehatan dan non kesehatan. Hal ini dapat terjadi karena telinga
tidak diperlengkapi untuk melindungi dirinya sendiri dari efek kebisingan yang
merugikan. Bunyi mendadak yang keras secara cepat diikuti oleh reflek otot di
telinga tengah yang akan membatasi jumlah energi suara yang dihantarkan ke telinga
dalam. Meskipun demikian di lingkungan dengan keadaan semacam itu relatif
jarang terjadi. Kebanyakan seseorang yang terpajan pada kebisingan mengalami
pajanan jangka lama, yang mungkin intermiten atau terus menerus. Transmisi
energi seperti itu, jika cukup lama dan kuat akan merusak organ Corti dan
selanjutnya dapat mengakibatkan ketulian permanen (Harrington et al, 2005).
Upaya keamanan yang telah disetujui bahwa pemaparan bising selama
8 jam perhari, sebaiknya tidak melebihi ambang batas 85 dBA. Pemaparan
kebisingan yang keras selalu di atas 85 dBA, dapat menyebabkan ketulian
sementara. Biasanya ketulian akibat kebisingan terjadi tidak seketika sehingga
pada awalnya tidak disadari oleh manusia. Baru setelah beberapa waktu terjadi keluhan
kurang pendengaran yang sangat mengganggu dan dirasakan sangat merugikan (Pulat,
1992).
Pengaruh-pengaruh kebisingan selain terhadap alat pendengaran
dirasakan oleh para pekerja yang terpapar kebisingan keras mengeluh tentang
adanya rasa mual, lemas, stres, sakit kepala bahkan peningkatan tekanan darah (Pulat,
1992). Gangguan kesehatan lainnya selain gangguan pendengaran biasanya
disebabkan karena energi kebisingan yang tinggi mampu menimbulkan efek viseral,
seperti perubahan frekuensi jantung, perubahan tekanan darah, dan tingkat
pengeluaran keringat. Sebagai tambahan, ada efek psikososial dan psikomotor
ringan jika dicoba bekerja di lingkungan yang bising (Harrington et al, 2005).
3.2 Getaran
Vibrasi atau getaran adalah gerak bolak
balik suatu benda terhadap posisi stationernya. Vibrasi dapat terjadi karena
adanya massa, kekakuan, dan gaya yang berasal dari dalam (gaya yang dihasilkan
oleh mesin tersebut), serta gaya yang berasal dari luar masin. Adanya getaran
sangat tidak diharapkan muncul dalam sebuah sistem kerja pada suatu instalasi
mesin. Getaran yang berlebih tentunya akan berpengaruh terhadap performa maupun
umur kekuatan dari suatu komponen yang ada (Halliday, 1990).
Mesin-mesin rotasi banyak digunakan di
industri, baik sebagai penghasil ataupun pentransmisi daya selama beroperasi. Mesin-mesin
ini menghasilkan gaya
maupun momen sehingga menghasilkan getaran dalam
segala arah. Getaran yang terjadi pada mesin dapat berupa getaran translasi
maupun rotasi. Getaran translasi dapat terjadi dalam arah lateral ataupun
aksial. Getaran lateral terjadi pada arah tegak lurus sumbu poros, sedangkan
getaran aksial terjadi dalam arah sumbu poros (Halliday, 1990).
Getaran juga didefinisikan sebagai gerakan bolak-balik suatu massa
melalui keadaan setimbang terhadap suatu titik acuan, sedangkan yang dimaksud
dengan getaran mekanik adalah getaran yang ditimbulkan oleh sarana dan
peralatan kegiatan manusia (Kep.MENLH No: KEP-49/MENLH/11/1996). Pendapat
tersebut ditegaskan dalam buku saku Kesehatan dan Keselamatan Kerja dari
Sucofindo (2002) yang menyatakan bahwa getaran ialah gerakan ossillatory (bolak-balik) suatu massa melalui
keadaan setimbang terhadap suatu titik tertentu. Getaran dalam kesehatan kerja
yang terjadi secara mekanis dan secara umum terbagi atas getaran seluruh badan
dan getaran tangan-lengan.
3.2.1
Jenis-Jenis Getaran
Getaran
atau vibrasi yang terjadi di lingkungan dibagi menjadi tiga jenis getaran yaitu
getaran mekanik, getaran seismik dan getaran kejut. Getaran mekanik adalah
getaran yang ditimbulkan oleh sarana dan peralatan kegiatan manusia. Getaran
seismik, adalah getaran tanah yang disebabkan oleh peristiwa alam dan kegiatan
manusia. Getaran kejut adalah getaran yang berlangsung secara tiba-tiba dan
sesaat (Gabriel, 1996).
Getaran
pada tubuh manusia terbagi atas dua jenis yaitu getaran seluruh tubuh dan
getaran tangan lengan. Getaran seluruh tubuh biasanya dialami pengemudi
kendaraan; traktor, bus, helikopter, atau bahkan kapal. Efek yang timbul
tergantung kepada jaringan manusia, seperti 3 – 6 Hz untuk bagian thorax
(dada dan perut), 20-30 Hz untuk bagian kepala dan 100-150 Hz untuk rahang
(Sucofindo, 2002). Rasa ketidaknyamanan
yang ditimbulkan oleh goyangan organ seperti ini, menurut beberapa penelitian,
telah dilaporkan efek jangka lama yang menimbulkan orteoartritis tulang
belakang (Harrington et al, 2005).
Getaran
tangan-lengan biasanya dialami oleh tenaga kerja yang diperkerjakan pada
operator gergaji rantai, tukang semprot, potong rumput, gerinda dan penempa palu.
Efek getaran pada tangan ini dapat menimbulkan kelainan pada peredaran darah
dan persyarafan (vibration white finger), kerusakan pada persendian dan
tulang-tulang (Sucofindo, 2002). Menurut Emil (2002) getaran yang merambat
melalui tangan akibat pemakaian peralatan yang bergetar, frekuensinya biasanya antara
20-500 Hz.
Getaran
atau vibrasi dapat disebabkan oleh getaran udara atau getaran mekanis misalnya
mesin atau alat-alat mekanis lainnya, oleh sebab itu dapat dibedakan dalam dua
bentuk (Gabriel, 1996) :
1. Vibrasi
karena getaran udara yang pengaruh utamanya adalah akustik
2. Vibrasi
karena getaran mekanis mengakibatkan timbulnya resonansi/turut bergetarnya
alat-alat tubuh dan berpengaruh terhadap alat-alat tubuh yang sifatnya mekanis.
3.2.2 Baku Tingkat Getaran
Getaran terjadi disebagian kawasan
industri, untuk membatasi tingkat getaran yang terjadi maka Pemerintah telah
menetapkan nilai baku tingkat getaran. Baku tingkat getaran adalah batas
maksimal tingkat getaran yang diperbolehkan dari usaha atau kegiatan pada media
padat sehingga tidak menimbulkan gangguan terhadap kenyamanan dan kesehatan
serta keutuhan bangunan. Penetapan baku tingkat getaran ini telah diatur dalam suatu
Surat Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. KEP-49/MENLH/11/1996
sebagai berikut:
Tabel
3.2 Baku Tingkat Getaran untuk Kenyamanan dan Kesehatan
Frekuensi
(Hz)
|
Nilai Tingkat Getaran, dalam
Mikron (10-6 meter)
|
|||
Tidak Menganggu
|
Menganggu
|
Tidak Nyaman
|
Menyakitkan
|
|
4
5
6,3
8
10
12,5
16
20
25
31,5
40
50
63
|
< 100
< 80
< 70
< 50
< 37
< 32
< 25
< 20
< 17
< 12
< 9
< 8
< 6
|
100 – 500
80 – 350
70 – 275
50 – 160
37 – 120
32 – 90
25 – 60
20 – 40
17 – 30
12 – 20
9 – 15
8 – 12
6 – 9
|
> 500 – 1000
> 350 – 1000
> 275 – 1000
> 160 – 5000
> 120 – 3000
> 90 – 220
> 60 – 120
> 40 – 85
> 30 – 50
> 20 – 30
> 15 – 20
> 12 – 15
> 9 – 12
|
> 1000
> 1000
> 1000
> 500
> 300
> 220
> 120
> 85
> 50
> 30
> 20
> 15
> 12
|
Keterangan:
Konversi
Mikron menjadi Milimeter (100 mikron = 0,1 mm)
Tabel
3.3 Baku Tingkat Getaran Kejut
Kelas
|
Jenis
Bangunan
|
Kecepatan
Getaran Maksimum
|
1
|
Peruntukan
dan bangunan kuno yang mempunyai nilai sejarah yang tinggi
|
2
mm/s
|
2
|
Bangunan
dengan kerusakan yang sudah ada, tampak keretakan-keretakan pada tembok
|
5 mm/s
|
3
|
Bangunan
untuk dalam kondisi teknis yang baik, ada kerusakan-kerusakan kecil seperti
plesteran yang retak
|
10
mm/s
|
4
|
Bangunan
“kuat” (misalnya bangunan industri terbuat dari beton)
|
10-40
mm/s
|