Selasa, 22 Desember 2015

Laporan Kebisingan dan Getaran

BAB I

 PENDAHULUAN  

1.1 Latar Belakang

Kebisingan dan getaran merupakan kejadian yang sudah tidak asing lagi terjadi di area pabrik atau tempat-tempat industri. Hal ini terjadi akibat aktivitas yang dilakukan oleh manusia seiring dengan berkembang dan majunya teknologi.  Aktivitas industri seperti ini secara disadari maupun tidak dapat menimbulkan gangguan atau merusak lingkungan. Sebagaimana menurut keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 48 Tahun 1996 kebisingan yaitu bunyi yang tidak diinginkan dari usaha atau kegiatan dalam tingkat dan waktu tertentu yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan manusia dan kenyamanan lingkungan.
Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. 51 Tahun 1999 mengenai kegiatan di lingkungan kerja menyebutkan bahwa kebisingan bersumber dari alat-alat proses produksi atau alat-alat kerja yang pada tingkat tertentu dapat merusak pendengaran. Adanya kebisingan biasanya juga diikuti dengan adanya getaran yang merupakan gerakan bolak-balik suatu massa melalui keadaan setimbang terhadap suatu titik acuan (Kep. MENLH No. Kep-49/MENLH/11/1996). Alat-alat kerja yang dapat menimbulkan kebisingan dan getaran dapat ditemukan diberbagai pabrik di Kalimantan Barat, salah satunya yaitu pada Pabrik Kelapa Pawit (PKS).
Perusahaan kelapa sawit di Kalimantan Barat kehadirannya sudah tidak asing lagi. Lucas Adi P. dalam berita data Kompas (2013) menyebutkan bahwa di Kalimantan Barat terdapat 50 pabrik kelapa sawit dan jumlah ini akan terus bertambah seiring pembukaan lahan baru. Maju dan berkembangnya teknologi di bidang industri ini merupakan suatu wujud dari meningkatnya kebutuhan hidup masyarakat. Namun akibat dari kegiatan industri ini sebagian besar dapat merusak lingkungan yaitu timbulnya suara-suara yang tidak diinginkan (kebisingan/noice) dan juga dapat menimbulkan adanya getaran (vibration) oleh mesin.
Kebisingan merupakan suatu factor yang dapat membahayakan fisik yang biasa dijumpai di tempat kerja. Terpajan oleh kebisingan yang berlebih dapat merusak kemampuan mendengar dan juga dapat merusak organ tubuh lain seperti jantung. Getaran mesin juga dapat menimbulkan masalah seperti halnya kebisingan. Apabila getaran terjadi pada jangka waktu yang lama, serta dengan intensitas dan frekuensi yang tinggi maka akan dapat membahayakan kesehatan tubuh seperti membahayakan sistem syaraf bahkan mungkin merusak sendi-sendi dan dapat menimbulkan kelelahan pada tubuh (Soeripto, 1994).
Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka perlu dilakukan pengukuran kondisi lingkungan kerja yaitu nilai kebisingan (noice) dan getaran (vibration) pada pabrik kelapa sawit (PKS) di Kabupaten Bengkayang. Hasil analisis nilai kebisingan dan getaran pada pabrik kelapa sawit dapat digunakan sebagai acuan untuk menghindari adanya kebisingan dan getaran yang berlebihan/melewati ambang batas.

1.2  Rumusan Masalah

Rumusan masalah yang dihadapi dalam penelitian ini adalah bagaimanakah tingkat kebisingan dan getaran di lingkungan kerja pabrik kelapa sawit wilayah Kabupaten Bengkayang?

1.3 Tujuan

1.3.1 Tujuan Umum

            Tujuan umum dilakukannya kerja praktek adalah untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Sains pada Program Studi Biologi.

1.3.2        Tujuan Khusus

Tujuan khusus dilakukannya analisis nilai kebisingan dan getaran ini adalah untuk mengetahui tingkat kebisingan dan getaran di lingkungan kerja pabrik kelapa sawit wilayah Kabupaten Bengkayang.



1.4 Manfaat

1.4.1 Manfaat Umum

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat berupa gambaran nilai tingkat kebisingan dan getaran yang terjadi di pabrik kelapa sawit daerah Kabupaten Bengkayang. Pemerintah dan pihak terkait dapat menggunakan data ini sebagai acuan rekomendasi bagi perusahaan kelapa sawit sehingga dapat menjaga nilai kebisingan dan getaran agar tetap sesuai dengan standar. Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi acuan bagi mahasiswa lain dalam menyusun tugas akhir atau penelitian yang berkaitan dengan analisis kebisingan dan getaran.

1.4.1 Manfaat Khusus


Manfaat khusus dari penelitian ini diharapkan agar dapat meningkatkan kesadaran masyarakat dan pekerja di pabrik kelapa sawit mengenai pengaruh kebisingan dan getaran pada lingkungan kerja terhadap kesehatan.

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA


3.1 Kebisingan

Bising dalam pengertiannya menurut Slamet (2006) adalah campuran dari berbagai suara yang tidak dikehendaki ataupun yang merusak kesehatan, saat ini kebisingan merupakan salah satu penyebab “penyakit lingkungan” yang penting. Sedangkan kebisingan munurut Schilling (1981) merupakan istilah yang sering digunakan untuk menyatakan suara yang tidak diinginkan yang disebabkan oleh kegiatan manusia atau aktifitas-aktifitas alam. Pengertian kebisingan juga tertulis dalam Peraturan Menteri Negara Ligkungan Hidup Nomor 48 Tahun 1996: Kebisingan adalah bunyi yang tidak diinginkan dari usaha atau kegiatan dalam tingkat dan waktu tertentu yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan manusia dan kenyamanan lingkungan. Kebisingan ditempat kerja adalah semua bunyi-bunyi atau suara-suara yang tidak dikehendaki yang bersumber dari alat-alat produksi di tempat kerja (Suheryanto, 1994).
Kebisingan (suara) merupakan salah satu polusi yang tidak dikehendaki manusia, karena dalam jangka panjang, bunyi-bunyian tersebut dapat mengganggu ketenangan kerja, merusak pendengaran, dan menimbulkan kesalahan komunikasi bahkan kebisingan yang serius dapat mengakibatkan kematian (Pratiwi, 2013). Istilah bising biasanya dipakai di bidang suara, tetapi di sini diartikan sebagai sebuah energi akustik pendengaran yang pengaruhnya merugikan secara fisiologi atau psikologi bagi kesejahteraan masyarakat. Hal ini sesuai dengan definisi bising yang umum yaitu suara yang tidak diinginkan (Kryter, 1985).
Suara dihasilkan ketika sumbernya menyentuh partikel-partikel udara sehingga saling bergesekan, menimbulkan gelombang suara yang bergerak menyebar ke partikel-partikel udara lainnya akhirnya sampai kemana-mana jauh dari sumbernya. Kecepatan rambat suara ini kira-kira 340 meter/detik, tetapi angka ini bervariasi sesuai dengan media perantara. Kecepatan rambat suara di besi adalah 5000 meter/detik dan 1500 meter/detik di dalam air (Phoon, 1988).
Bunyi diartikan sebagai perubahan tekanan dalam udara yang ditangkap oleh gendang telinga dan disalurkan ke otak. Tekanan dalam hal ini diukur dalam Pascal (Pa). Nilai ambang pendengaran pada manusia diperkirakan 0,00002 Pa dengan frekuensi bunyi paling rendah yang dapat dideteksi oleh telinga manusia ialah sekitar 20 Hz dan yang paling tinggi pada orang muda sampai 18 KHz. Bertambahnya usia akan membuat telinga makin kurang peka terhadap frekuensi tinggi. Penggandaan frekuensi akan meningkatkan nada not sebesar satu oktaf. Telinga paling peka terhadap suara antara 500 Hz - 4 kHz, diantaranya 500 Hz – 2 kHz  adalah frekuensi bicara (Harrington et al, 2005).
Gelombang bunyi adalah salah satu dari gelombang mekanis longitudinal, dimana gelombang bunyi tersebut dapat merambat dalam medium benda padat, cair dan gas. Gelombang bunyi ini merambat dengan arah getar searah arah perambatannya. Ada suatu jangkauan frekuensi yang besar di dalam mana dapat menghasilkan gelombang mekanis longitudinal dan gelombang bunyi adalah dibatasi oleh jangkauan frekuensi yang dapat merangsang telinga dan otak manusia kepada sensasi pendengaran (Halliday, 1990).
Berdasarkan frekuensi, tingkat tekanan bunyi, tingkat bunyi dan tenaga bunyi maka bising dibagi dalam 3 kategori yaitu (Rusli, 2008):
a.       Occupational noise (bising yang berhubungan dengan pekerjaan) yaitu bising yang disebabkan oleh bunyi mesin di tempat kerja, misal bising dari mesin ketik.
b.      Audible noise (bising pendengaran) yaitu bising yang disebabkan oleh frekuensi bunyi antara 31,5 – 8.000 Hz.
c.       Impuls noise (bising impulsif) yaitu bising yang terjadi akibat adanya bunyi yang menyentak, misal pukulan palu, ledakan meriam, tembakan bedil.

3.1.1 Tingkatan Kebisingan

Tingkat kebisingan menurut SK Dirjen P2M dan Penyehatan Lingkungan Pemukiman Departemen Kesehatan RI Nomor 70-1/PD.03.04.Lp, (Petunjuk Pelaksanaan Pengawasan Kebisingan yang Berhubungan dengan Kesehatan Tahun 1992), tingkat kebisingannya diuraikan sebagai berikut:
a.       Tingkat kebisingan sinambung setara (Equivalent Continuous Noise Level =Leq) adalah tingkat kebisingan terus menerus (steady noise) dalam ukuran dBA, berisi energi yang sama dengan energi kebisingan terputus-putus dalam satu periode atau interval waktu pengukuran.
b.      Tingkat kebisingan yang dianjurkan dan maksimum yang diperbolehkan adalah rata-rata nilai modus dari tingkat kebisingan pada siang, petang dan malam hari.
c.       Tingkat ambien kebisingan (Background noise level) atau tingkat latar belakang kebisingan adalah rata-rata tingkat suara minimum dalam keadaan tanpa gangguan kebisingan pada tempat dan saat pengukuran dilakukan, jika diambil nilainya dari distribusi statistik adalah 95% atau L-95.
Keberadaan kebisingan dilingkungan dibatasi oleh nilai ambang batas. Nilai ambang batas kebisingan adalah intensitas tertinggi dan merupakan nilai rata-rata yang masih dapat diterima oleh manusia tanpa mengakibatkan hilangnya daya dengar yang tetap untuk waktu yang cukup lama/terus menerus, selanjutnya ditulis NAB. Penting untuk diketahui bahwa di dalam menetapkan standar NAB pada suatu level atau intensitas tertentu, tidak akan menjamin bahwa semua orang yang terpapar pada level tersebut secara terus menerus akan terbebas dari gangguan pendengaran, karena hal itu tergantung pada respon masing-masing individu (KepmenLH, 1996).
Beberapa negara telah membuat ketentuan tentang NAB dalam undang-undang, seperti di Amerika Serikat, Inggris, Jerman Barat, Yugoslavia dan Jepang menetapkan nilai ambang batas 90 dB (A), Belgia dan Brazilia 80 dB (A), Denmark, Finlandia, Italia, Swedia, Switzerland dan Rusia 85 dB (A) (Suheryanto, 1994). Nilai ambang batas kebisingan di Indonesia ditetapkan 85 dBA berdasarkan Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. KEP-51/MEN/1999 (Noval, et al., 2012). Baku tingkat kebisingan yang diperuntukan kawasan/lingkungan kegiatan sesuai dengan Keputusan Menteri Negara Lingkungan No. KEP-48/MENLH/11/1996 adalah sebagai berikut:
Tabel 3.1. Baku Tingkat Kebisingan
Peruntukan Kawasan / Lingkungan Kerja
Tingkat Kebisingan dB (A)
a.       Peruntukan Kawasan
1.      Perumahan dan Pemukiman
2.      Perdagangan dan Jasa
3.      Perkantoran dan Perdagangan
4.      Ruang terbuka Hijau
5.      Industri
6.      Pemerintahan dan Fasilitas Umum
7.      Rekreasi
8.      Khusus
-          Bandar Udara*
-          Stasiun Kereta Api*
-          Pelabuhan Laut
-          Cagar Budaya
b.      Lingkungan Kegiatan
1.      Rumah Sakit atau sejenisnya
2.      Sekolah atau sejenisnya
3.      Tempat ibadah atau sejenisnya

55
70
65
50
70
60
70



70
60

55
55
55
Keterangan:
*) Disesuaikan dengan ketentuan Menteri Perhubungan

3.1.2 Jenis-jenis Kebisingan

Kebisingan selain dibedakan menurut tingkatannya kebisingan juga dibedakan menurut jenisnya yaitu sebagai berikut (Suma’mur, 1993): 
a.       Kebisingan kontinyu yaitu kebisingan dengan spektrum berfrekuensi luas misal: suara yang timbul oleh kompresor, kipas angin, dapur pijar serta spektrum yang berfrekuensi sempit contoh: suara gergaji sirkuler, katup gas.
b.      Kebisingan terputus-putus misal suara lalu lintas, suara pesawat udara yang tinggal landas.
c.       Kebisingan impulsif (impact or impulsive noise) seperti: pukulan martil, tembakan senapan, ledakan meriam dan lain-lain. 

3.1.3 Efek-efek Kebisingan

Efek negatif yang muncul sebagai akibat dari kebisingan adalah efek bagi kesehatan dan non kesehatan. Hal ini dapat terjadi karena telinga tidak diperlengkapi untuk melindungi dirinya sendiri dari efek kebisingan yang merugikan. Bunyi mendadak yang keras secara cepat diikuti oleh reflek otot di telinga tengah yang akan membatasi jumlah energi suara yang dihantarkan ke telinga dalam. Meskipun demikian di lingkungan dengan keadaan semacam itu relatif jarang terjadi. Kebanyakan seseorang yang terpajan pada kebisingan mengalami pajanan jangka lama, yang mungkin intermiten atau terus menerus. Transmisi energi seperti itu, jika cukup lama dan kuat akan merusak organ Corti dan selanjutnya dapat mengakibatkan ketulian permanen (Harrington et al, 2005).
Upaya keamanan yang telah disetujui bahwa pemaparan bising selama 8 jam perhari, sebaiknya tidak melebihi ambang batas 85 dBA. Pemaparan kebisingan yang keras selalu di atas 85 dBA, dapat menyebabkan ketulian sementara. Biasanya ketulian akibat kebisingan terjadi tidak seketika sehingga pada awalnya tidak disadari oleh manusia. Baru setelah beberapa waktu terjadi keluhan kurang pendengaran yang sangat mengganggu dan dirasakan sangat merugikan (Pulat, 1992).
Pengaruh-pengaruh kebisingan selain terhadap alat pendengaran dirasakan oleh para pekerja yang terpapar kebisingan keras mengeluh tentang adanya rasa mual, lemas, stres, sakit kepala bahkan peningkatan tekanan darah (Pulat, 1992). Gangguan kesehatan lainnya selain gangguan pendengaran biasanya disebabkan karena energi kebisingan yang tinggi mampu menimbulkan efek viseral, seperti perubahan frekuensi jantung, perubahan tekanan darah, dan tingkat pengeluaran keringat. Sebagai tambahan, ada efek psikososial dan psikomotor ringan jika dicoba bekerja di lingkungan yang bising (Harrington et al, 2005).

3.2 Getaran

Vibrasi atau getaran adalah gerak bolak balik suatu benda terhadap posisi stationernya. Vibrasi dapat terjadi karena adanya massa, kekakuan, dan gaya yang berasal dari dalam (gaya yang dihasilkan oleh mesin tersebut), serta gaya yang berasal dari luar masin. Adanya getaran sangat tidak diharapkan muncul dalam sebuah sistem kerja pada suatu instalasi mesin. Getaran yang berlebih tentunya akan berpengaruh terhadap performa maupun umur kekuatan dari suatu komponen yang ada (Halliday, 1990).
Mesin-mesin rotasi banyak digunakan di industri, baik sebagai penghasil ataupun pentransmisi daya selama beroperasi. Mesin-mesin ini menghasilkan gaya
maupun momen sehingga menghasilkan getaran dalam segala arah. Getaran yang terjadi pada mesin dapat berupa getaran translasi maupun rotasi. Getaran translasi dapat terjadi dalam arah lateral ataupun aksial. Getaran lateral terjadi pada arah tegak lurus sumbu poros, sedangkan getaran aksial terjadi dalam arah sumbu poros (Halliday, 1990).
Getaran juga didefinisikan sebagai gerakan bolak-balik suatu massa melalui keadaan setimbang terhadap suatu titik acuan, sedangkan yang dimaksud dengan getaran mekanik adalah getaran yang ditimbulkan oleh sarana dan peralatan kegiatan manusia (Kep.MENLH No: KEP-49/MENLH/11/1996). Pendapat tersebut ditegaskan dalam buku saku Kesehatan dan Keselamatan Kerja dari Sucofindo (2002) yang menyatakan bahwa getaran ialah gerakan ossillatory (bolak-balik) suatu massa melalui keadaan setimbang terhadap suatu titik tertentu. Getaran dalam kesehatan kerja yang terjadi secara mekanis dan secara umum terbagi atas getaran seluruh badan dan getaran tangan-lengan.

3.2.1        Jenis-Jenis Getaran

Getaran atau vibrasi yang terjadi di lingkungan dibagi menjadi tiga jenis getaran yaitu getaran mekanik, getaran seismik dan getaran kejut. Getaran mekanik adalah getaran yang ditimbulkan oleh sarana dan peralatan kegiatan manusia. Getaran seismik, adalah getaran tanah yang disebabkan oleh peristiwa alam dan kegiatan manusia. Getaran kejut adalah getaran yang berlangsung secara tiba-tiba dan sesaat (Gabriel, 1996).
Getaran pada tubuh manusia terbagi atas dua jenis yaitu getaran seluruh tubuh dan getaran tangan lengan. Getaran seluruh tubuh biasanya dialami pengemudi kendaraan; traktor, bus, helikopter, atau bahkan kapal. Efek yang timbul tergantung kepada jaringan manusia, seperti 3 – 6 Hz untuk bagian thorax (dada dan perut), 20-30 Hz untuk bagian kepala dan 100-150 Hz untuk rahang (Sucofindo, 2002).  Rasa ketidaknyamanan yang ditimbulkan oleh goyangan organ seperti ini, menurut beberapa penelitian, telah dilaporkan efek jangka lama yang menimbulkan orteoartritis tulang belakang (Harrington et al, 2005).
Getaran tangan-lengan biasanya dialami oleh tenaga kerja yang diperkerjakan pada operator gergaji rantai, tukang semprot, potong rumput, gerinda dan penempa palu. Efek getaran pada tangan ini dapat menimbulkan kelainan pada peredaran darah dan persyarafan (vibration white finger), kerusakan pada persendian dan tulang-tulang (Sucofindo, 2002). Menurut Emil (2002) getaran yang merambat melalui tangan akibat pemakaian peralatan yang bergetar, frekuensinya biasanya antara 20-500 Hz.
Getaran atau vibrasi dapat disebabkan oleh getaran udara atau getaran mekanis misalnya mesin atau alat-alat mekanis lainnya, oleh sebab itu dapat dibedakan dalam dua bentuk (Gabriel, 1996) :
1.      Vibrasi karena getaran udara yang pengaruh utamanya adalah akustik
2.      Vibrasi karena getaran mekanis mengakibatkan timbulnya resonansi/turut bergetarnya alat-alat tubuh dan berpengaruh terhadap alat-alat tubuh yang sifatnya mekanis.

3.2.2 Baku Tingkat Getaran

Getaran terjadi disebagian kawasan industri, untuk membatasi tingkat getaran yang terjadi maka Pemerintah telah menetapkan nilai baku tingkat getaran. Baku tingkat getaran adalah batas maksimal tingkat getaran yang diperbolehkan dari usaha atau kegiatan pada media padat sehingga tidak menimbulkan gangguan terhadap kenyamanan dan kesehatan serta keutuhan bangunan. Penetapan baku tingkat getaran ini telah diatur dalam suatu Surat Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. KEP-49/MENLH/11/1996 sebagai berikut:
Tabel 3.2 Baku Tingkat Getaran untuk Kenyamanan dan Kesehatan
Frekuensi
 (Hz)
Nilai Tingkat Getaran, dalam Mikron (10-6 meter)
Tidak Menganggu
Menganggu
Tidak Nyaman
Menyakitkan
4
5
6,3
8
10
12,5
16
20
25
31,5
40
50
63
< 100
< 80
< 70
< 50
< 37
< 32
< 25
< 20
< 17
< 12
< 9
< 8
< 6
100 – 500
80 – 350
70 – 275
50 – 160
37 – 120
32 – 90
25 – 60
20 – 40
17 – 30
12 – 20
9 – 15
8 – 12
6 – 9
> 500 – 1000
> 350 – 1000
> 275 – 1000
> 160 – 5000
> 120 – 3000
> 90 – 220
> 60 – 120
> 40 – 85
> 30 – 50
> 20 – 30
> 15 – 20
> 12 – 15
> 9 – 12
> 1000
> 1000
> 1000
> 500
> 300
> 220
> 120
> 85
> 50
> 30
> 20
> 15
> 12
Keterangan:
Konversi Mikron menjadi Milimeter (100 mikron = 0,1 mm)

Tabel 3.3 Baku Tingkat Getaran Kejut
Kelas
Jenis Bangunan
Kecepatan Getaran Maksimum
1
Peruntukan dan bangunan kuno yang mempunyai nilai sejarah yang tinggi
2 mm/s
2
Bangunan dengan kerusakan yang sudah ada, tampak keretakan-keretakan pada tembok
5 mm/s
3
Bangunan untuk dalam kondisi teknis yang baik, ada kerusakan-kerusakan kecil seperti plesteran yang retak

10 mm/s
4
Bangunan “kuat” (misalnya bangunan industri terbuat dari beton)
10-40 mm/s